Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (1)

Foto Pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945

Sumber: https://brigifpararaider3-tniad.mil.id/wp-content/uploads/2016/08/uud-1945-336x330.jpg

 

Kamu tentu masih ingat materi pada Bab I tentang perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara, bukan? Pancasila sangat berkaitan erat dengan konstitusi. Setelah para pendiri negara, merumuskan Pancasila mereka merancang konstitusi atau Undang-undang Dasar untuk Indonesia merdeka. Nah, pada materi ini, kamu akan mempelajari tentang perumusan dan pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perumusan dan pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak terlepas dari sidang-sidang yang dilaksanakan oleh BPUPKI dan PPKI. Kamu sebagai warga negara Indonesia harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena negara Indonesia memiliki UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bagaimana proses perumusan dan pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945? Simak materi berikut agar kamu dapat memahami proses perumusan dan pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

A. Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
1.  Perumusan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Sebelum kita membahas perumusan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apakah konstitusi itu. Istilah konstitusi dalam banyak bahasa berbeda-beda, seperti dalam bahasa Inggris ”constitution”, dalam bahasa Belanda ”constitutie”, dalam bahasa Jerman ”constitution”, dan dalam bahasa Latin ”constitutio” yang berarti undang-undang dasar atau hukum dasar. Konstitusi terbagi menjadi dua, yaitu konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis.Konstitusi tertulis adalah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata negara yang mengatur perikehidupan satu bangsa di dalam persekutuan hukum negara.

Konstitusi tidak tertulis disebut juga konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul dalam sebuah negara. Contoh konvensi dalam ketatanegaraan Indonesia adalah pengambilan keputusan di MPR berdasarkan musyawarah untuk mufakat, pidato Presiden setiap tanggal 16 Agustus 1945 di depan sidang paripurna DPR, dan sebelum MPR bersidang, Presiden telah menyiapkan rancangan bahan-bahan untuk sidang umum MPR yang akan datang itu. Undang-Undang Dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam negara.

Undang-Undang Dasar biasanya mengatur tentang pemegang kedaulatan, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan, dan berbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat. Sesuai rumusan Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal tersebut dimaksud memuat paham konstitusionalisme. Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada konstitusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum tertinggi yang menjadi pedoman dan norma hukum yang dijadikan sumber hukum bagi peraturan perundangan yang berada di bawahnya.

Foto Sidang BPUPKI dalam menyusun Undang-undang Dasar

Sumber: https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/x/photo/2019/11/15/755146879.jpg

 

Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Republik Indonesia belum memiliki Undang-undang Dasar. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Naskah UUD 1945 pertama kali dipersiapkan oleh BPUPKI. Hal itu dilakukan pada masa sidang kedua tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945, saat itu dibahas hal-hal teknis tentang bentuk negara dan pemerintahan baru yang akan dibentuk. Pada sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, setelah dibuka oleh ketua dilanjutkan dengan pengumuman penambahan anggota baru, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Surio Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Kemudian, Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia Kecil melaporkan hasil kerjanya. Panitia Kecil telah menerima usulan-usulan tentang Indonesia merdeka yang digolongkannya menjadi sembilan kelompok, yaitu usulan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya, usulan mengenai dasar negara, usulan tentang unifikasi atau federasi, usulan tentang bentuk negara dan kepala negara, usulan tentang warga negara, usulan tentang daerah, usulan tentang agama dan negara, usulan tentang pembelaan negara, dan usulan tentang keuangan.

Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, setelah mendengarkan pandangan dan pemikiran
20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu sebagai berikut.
a.  Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
b.  Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
c.  Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.
Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
a.  Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.
b.  Bentuk “Unitarisme”.
c.  Kepala negara di tangan satu orang, yaitu presiden.
d.  Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Supomo dengan anggota terdiri atas Wongsonegoro, R. Soekardjo, A.A. Maramis, Panji Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman.

Foto Panitia sembilan penyusun UUD 1945


Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati, antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Soepomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda ”Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Panitia Perancangan Undang-undang Dasar melaporkan hasilnya. Pasal-pasal dari rancangan UUD berjumlah 42 pasal. Dari 42 pasal tersebut, ada 5 pasal masuk tentang aturan peralihan dengan keadaan perang, serta 1 pasal mengenai aturan tambahan.

Pada sidang tanggal 15 Juli 1945 dilanjutkan dengan acara ”Pembahasan Rancangan Undang-undang Dasar”. Saat itu Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, yaitu Soekarno memberikan penjelasan tentang naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang- Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah Undang-Undang Dasar. Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses penyusunan Undang-Undang Dasar.

”Paduka  Tuan  Ketua!  Undang-Undang  Dasar  negara  manapun  tidak  dapat  dimengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya. Undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar Undang-undang itu. Oleh karena itu, segala pembicaraan dalam sidang ini yang mengenai rancangan-rancangan Undang-Undang Dasar ini sangat penting oleh karena segala pembicaraan di sini menjadi material, menjadi bahan yang historis, bahan interpretasi untuk menerangkan apa maksudnya Undang-Undang Dasar ini.”

Naskah Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945. Selain itu juga, diterima usul-usul dari panitia keuangan dan Panitia Pembelaan Tanah Air. Dengan demikian, selesailah tugas panitia BPUPKI.

Posting Komentar untuk "Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (1)"