Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PENEGAKAN DISIPLIN TANPA DESTRUKTIF DENGAN BUDAYA POSITIF (AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF)

 

Judul Modul         : Budaya Positif 

Nama CGP            : Wahyu Windiarsi P

Fasilitator            : Ibu Zaimatus Sa'ida, M.Pd.

Pengajar Praktik : Ibu Ummi Mukaromah, S.Pd. M.M


A.   LATAR BELAKANG

Jika kita mendengar kata disiplin maka yang akan terbersit dalam pikiran kita adalah tentang kepatuhan pada sebuah aturan. Ini adalah miskonsepsi yang sudah mendarah daging dalam lingkungan kita. Nurcahyani (2022: 15) dalam modul 1.4  tentang budaya positif menyatakan dalam budaya kita, makna kata “disiplin” dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan.

 Jika kepatuhan tidak terjadi dan guru menemukan pelanggaran maka ini akan berujung dengan pemberian hukuman yang membuat relasi antara guru dan murid menjadi rusak karena guru sudah menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi murid. Bahkan akan muncul rasa marah dan dendam dalam hati kecil murid dengan adanya hukuman. Nurcahyani (2022: 15) dalam modul 1.4 tentang budaya positif menegaskan bahwa kita cenderung menghubungkan kata “disiplin” dengan ketidaknyamanan.

Sebagai seorang guru penggerak yang memiliki nilai berpihak pada murid dan berperan sebagai pemimpin pembelajaran untuk mewujudkan kepemimpinan murid mempunyai kewajiban untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, aman, nyaman sehingga murid dapat bertumbuh menjadi manusia merdeka yang bahagia.

 Lingkungan yang nyaman bagi murid adalah lingkungan positif yang di dalamnya semua warganya saling mendukung, saling belajar, dan saling bekerja sama untuk menciptakan kebiasaan-kebiasaan baik. Bukan lagi lingkungan yang mencekam penuh amarah, penuh ketakutan dan keterpaksaan dengan segala batasan aturan yang ada. Butuh kesadaran dari seorang guru penggerak untuk tergerak, bergerak, dan menggerakkan semua warga sekolah untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan meneduhkan bagi murid.

Kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan secara terus menerus dapat dikelola sebagai bentuk perubahan positif berbasis kekuatan dan kolaborasi dengan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA  yang lebih menekankan pada perubahan di lingkungan pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di sekolah.  Kebiasaan-kebiasan baik yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan akan menumbuhkan karakter-karakter baik yang akan membentuk budaya positif .

Strategi yang bisa dilakukan oleh seorang guru untuk mewujudkan budaya positif di sekolah adalah dengan disiplin positif. Sebagai guru penggerak saya akan mencoba merubah paradigma disiplin karena keterpaksaan yang biasa dilakukan oleh murid tersebut menjadi sebuah disiplin positif.

Dalam disiplin positif, saya sebagai guru hanya mengarahkan dan membimbing murid untuk dapat menumbuhkan motivasi pada dirinya untuk menjadi seseorang yang melakukan budaya positif dan memiliki karakter positif bukan karena terpaksa tetapi karena mereka ingin belajar untuk menghargai dirinya sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘diciplina’, yang artinya belajar (Diane: 2001).

Ini sejalan dengan Ki Hadjar Dewantara yang juga memaknai disiplin sebagai bentuk kontrol diri untuk mencapai tujuan mulia yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang telah disepakati bersama.  Nilai-nilai kebajikan yang ingin dicapai oleh setiap anak di Indonesia tertuang dalam Profil Pelajar Pancasila .

Nilai-nilai kebajikan ini menjadi landasan untuk membuat keyakinan kelas/keyakinan sekolah yang disepakati bersama-sama oleh semua warga sekolah secara ikhlas tanpa paksaan. Tidak seperti peraturan yang biasa dilakukan apalagi ditambah dengan adanya AKPS ( Angka Kredit Pelanggaran Siswa) yang selama ini digaung-gaungkan sebagai cara efektif untuk membuat disiplin siswa dengan cara menakut-nakuti tetapi kenyataannya tidak seefektif yang dibayangkan justru menimbulkan dendam bagi murid. Nilai-nilai ini juga yang akan menjadi landasan dalam mewujudkan visi guru penggerak dan visi sekolah.

Sejalan dengan filosofi dan pemikiran  Ki Hadjar Dewantara yang mengibaratkan bahwa tugas guru adalah menuntun murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Sebagai seorang guru penggerak yang memahami betul tentang esensi Tut Wuri Handayani, saya mempunyai peran memberikan keteladan bagi murid-murid saya bukan lagi menuntut dan memaksa murid-murid saya sesuai keinginan saya apalagi menghukum murid-murid saya. Saya tidak lagi dalam posisi kontrol sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, atau sebagai teman. Sebagai guru penggerak yang berpihak kepada murid tugas saya hanya menuntun murid  sehingga posisi kotrol yang saya terapkan sebagai pemantau atau manajer.

Penerapan disiplin positif yang cukup efektif adalah dengan segitiga restitusi. Ini adalah  sebuah jalan yang bisa dilakukan oleh guru untuk dapat menuntun murid menyadari kesalahannya dan mencari solusi atas permasalahan yang mereka hadapi. Ini adalah suatu bentuk perwujudan Filosofi Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidik yang menghamba pada murid.  Dengan menghamba pada murid artinya pendidik sudah menjalankan nilai berpihak kepada murid dan perannya sebagai pemimpin pembelajaran. 
Dari latar belakang tadi saya mencoba untuk merancang beberapa tindakan yang akan dilakukan dalam aksi nyata di modul 1.4 ini yaitu menyusun keyakinan kelas, melakukan praktik segitiga restitusi dan melakukan webinar bagi komunitas praktisi untuk sosialisasi tentang modul 1.4 Budaya Positif.

B.   TUJUAN

Dengan adanya aksi nyata ini diharapkan:

  1. Murid dapat menumbuhkan motivasi intrinsik untuk mewujudkan disiplin positif yang dilakukan terus menerus sehingga dapat membentuk budaya positif di sekolah. 
  2. Warga sekolah mempunyai pemahaman yang baik tentang disiplin positif dan budaya positif di sekolah sehingga dapat menciptakan lingkungan yang positif yang berpihak pada murid.  
  3. Guru dapat melakukan praktik segitiga restitusi untuk menumbuhkan motivasi intrinsik bagi murid untuk menemukenali masalahnya dan mencari solusi dari masalahnya.

C. TOLAK UKUR

Tolak ukur dari aksi nyata ini adalah:

  1. Murid dapat membuat keyakinan kelas dan menempel poster keyakinan kelas di dinding kelasnya. 
  2. Murid dapat menjalankan keyakinan kelas itu dengan baik. 
  3. Penurunan pelanggaran murid. 
  4.  Pemahaman semua warga sekolah tentang budaya positif meningkat.
  5. Posisi kontrol guru sebagian besar sudah sebagai pemantau atau manajer.
  6. Kebiasaan-kebiasaan baik makin berkembang untuk terus menumbuhkan budaya positif.

D.  LINIMASA TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN

      1. Tanggal 23 – 29 Oktober 2022 :   Persiapan

Ø Melakukan komunikasi dengan Kepala Sekolah, Dewan Guru, dan murid.

Ø Merencanakan jadwal pelaksanaan rapat dengan murid tentang membuat kesepakatan kelas.

Ø Memberi tahu kepada murid tentang rapat kesepakatan kelas sesuai rencana yang telah ditentukan.

Ø Merancang jadwal dan persiapan webinar

       2. Tanggal 30 Oktober – 5 November 2022:  Penyusunan keyakinan kelas

Ø Menjelaskan langkah kegiatan yang akan dilakukan kemudian memberikan pertanyaan panduan kepada murid sebagai pedoman bagi murid untuk melakukan curah pendapat tentang nilai-nilai universal dan keyakinan yang perlu disepakati di kelas/sekolah.

Ø Memberikan kesempatan kepada murid untuk memberikan ide atau pendapat tentang kesepakatan kelas yang diinginkannya dengan menuliskandi  sticky note.

Ø Menempelkan sticky note yang dibuat murid di papan tulis sehingga semua murid di kelas itu dapat melihat hasil curah pendapatnya.

Ø Seteleh pendapat disatukan diambil sebuah keputusan untuk menyepakati keyakinan kelas.

Ø Menuliskan keyakinan kelas di kertas berukuran besar sebesar kertas ukuran poster.

Ø Melakukan tanda tangan bersama antara guru dan murid terhadap keyakinan kelas yang sudah disepakati

       3.Tanggal  6 – 11 November 2022 :   Praktik segitiga restitusi

       4. Tanggal 12 November 2022       :   Webinar tentang Budaya Positif

       5. Tanggal 13 – 19 November 2022  :  Persiapan Laporan Aksi Nyata

E.  KELENGKAPAN DAN DUKUNGAN YANG DIBUTUHKAN

  1. Sticky note, kertas poster, kertas HVS warna dan spidol untuk membuat keyakinan kelas.
  2. Materi presentasi .
  3. Dukungan ijin dari Bapak Kepala Sekolah.
  4. Dukungan dari teman sejawat untuk menghadiri kegiatan webinar.
  5. Dukungan dari Pelaksana Tata Usaha untuk menyiapkan tempat dan sarana untuk webinar seperti LCD Proyektor, layar. Banner.

F.   DESKRIPSI  PELAKSANAAN AKSI NYATA

1. Konsultasi Rancangan Kegiatan Aksi Nyata dengan Bapak Kepala  Sekolah

Saya sebagai guru penggerak mengajukan rancangan kegiatan aksi nyata sebelum pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Sekolah. Bapak Kepala sekolah mendukung rancangan yang saya ajukan dan memberikan bimbingan dan motivasi kepada saya.

 
Foto 1
 Guru berkonsultasi dengan Bpak Kepala Sekolah
tentang rancangan aksi nyata yang sudah dibuat

2. Penyusunan Keyakinan Kelas

Penyusunan keyakinan dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 4 November 2022 di kelas IXG. Dalam keyakinan kelas ini dihadiri oleh saya sebagai wali kelas dan 31 murid kelas IX G. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan keyakinan kelas:

a.    Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan dalam penyusunan keyakinan kelas kemudian memberikan pertanyaan panduan kepada murid sebagai pedoman bagi murid untuk melakukan curah pendapat tentang nilai-nilai universal dan keyakinan yang perlu disepakati di kelas/sekolah.

Foto 2
 Guru menjelaskan prosedur pengusunan keyakinan kelas
 
Foto 3
 Guru memberikan pertanyaan panduan
 

b. Guru memberikan kesempatan kepada murid untuk memberikan ide atau pendapat tentang nilai-nilai yang diyakini kemudian berdiskusi dalam kelompok dan menuliskan di  sticky note nilai-nilai yang mereka yakini

Foto 4
Murid menuliskan nilai-nilai yang diyakini pada sticky note
 

c.  Guru berdiskusi dalam kelompok dan meminta murid menuliskan “Tugas Saya (guru)-Tugas Kamu (murid) di kertas HVS warna.  

Foto 5
Murid menuliskan "Tugas Saya (guru)-Tugas Kamu (murid)
 di kertas HVS warna
 

d.  Menempelkan sticky note yang dibuat murid di papan tulis sehingga semua murid di kelas itu dapat melihat hasil curah pendapatnya.

Foto 6
Murid menempelkan sticky note yang berisi nilai-nilai yang diyakini

 
Foto 7
Murid menempelkan "Tugas Saya (guru)-Tugas Kamu (murid) di kertas HVS warna

e. Setelah pendapat disatukan dengan menempelkannya di papan tulis, kemudian diambil sebuah keputusan untuk menyepakati keyakinan kelas.


Foto 8
Guru membimbing murid untuk menyepakati 
nilai-nilai yang sudah diyakini menjadi keyakinan kelas 

f. Menuliskan keyakinan kelas di kertas berukuran besar sebesar kertas ukuran poster.

 
Foto 9
Murid menuliskan keyakinan kelas di kertas
 

g.  Melakukan deklarasi bersama keyakinan kelas dengan cara ketua kelas membacakan keyakinan kelasnya dan murid yang lain menirukan.

 

 
Foto 10
 Ketua kelas membacakan keyakinan kelas 
ditirukan oleh murid yang lain 
 

g. Melakukan tanda tangan bersama terhadap keyakinan kelas yang sudah disepakati.

 

Foto 11
 Semua murid kelas IXG dan CGP
 menandatangani keyakinan kelas
 3. Praktik Segitiga Restitusi 
              Praktik segitiga restitusi diawali dengan pembuatan skenario oleh CGP dan kemudian belaja mempraktikannya bersama murid-muridnya. Setelah pembelajaran praktik segitiga restitusi, CGP melakukan restitusi dalam kesehariannya baik dalam menangani anak perwaliannya maupun ketika CGP mengajar mapel Bahasa Inggris di kelas yang diampunya.
 
Foto 12
Simulasi  Praktik Segitiga Restitusi dengan Alya 
yang mempunyai masalah tidak memakai dasi
 
Foto 13
 Simulasi Praktik Segitiga Restitusi dengan Suryo dan Faizal
yang berkelahi di kelas

 4. Webinar Budaya Positif 
Webinar “Budaya Positif di SMP Negeri 1 Kalimanah dilaksanakan pada hari Sabtu, 12 November 2022. Webinar ini dilaksanakan selama 60 menit mulai pukul 13.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB bertempat di ruang kelas IXE SMP Negeri 1 Kalimanah Kabupaten Purbalingga. Webinar diikuti oleh 24 peserta yaitu Bapak Wagito, S.Pd. sebagai Kepala SMP Negeri 1 Kalimanah dan 23 guru.
 
 G. PEMBELAJARAN YANG DIDAPAT 

Awal mempelajari modul ini seperti ada sebuah paradigma baru yang cukup kontroversial bagi saya karena apa yang saya baca seperti sangat bertentangan dengan apa yang saya dan banyak  orang yakini selama ini. Dan ini tidak mudah bagi saya untuk dapat membuka hati dan pikiran saya tentang fenomena baru yang ada di dalam materi modul ini. Ada rasa ragu-ragu dan tidak yakin untuk mencobanya.

Setelah saya membaca modul ini beberapa kali dan memberanikan diri merefleksi kembali segala kejadian yang terjadi tentang pelanggaran murid dan saya mencoba untuk mempraktikan materi yang ada di modul ternyata saya sadar bahwa pelanggaran murid bukan semata-mata karena dia nakal. Dia punya alasan untuk itu dan sebagian besar terjadi karena adanya latar belakang keluarga yang kurang harmonis.

Dari pembelajaran itu saya menyadari bahwa sebagai seorang guru sangat tidak layak untuk menghakimi murid karena dia melakukan sebuah pelanggaran. Setiap yang dilakukan pasti mempunyai alasan dan tugas kita sebagai guru untuk lebih memahami murid dan kebutuhan dasarnya agar dapat membantunya mengenali dirinya.

Guru tidak bisa mengontrol murid untuk terus melakukan hal-hal baik yang akan menjadi karakter-karakter yang baik. Guru hanya bisa menuntun murid untuk bisa memahami apa kesalahan mereka, dan membimbing murid untuk menumbuhkan motivasi intrinsiknya untuk dapat memecahkan masalahnya dengan segitiga restitusi.Dalam posisi ini saya tidak lagi sebagi penghukum, pembuat merasa bersalah pemantau ataupun sebagai teman. Saya lebih menempatkan posisi kontrol saya sebagai manajer

Dengan motivasi intrinsik dan segitiga restitusi, murid melakukan perbuatan baiknya semata-mata karena ingin menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka yakini. Dengan hal ini mereka akan lebih bersemangat untuk menumbuhkan karakter-karakter mereka yang jika dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan akan membentuk budaya positif baik di kelas maupun di sekolah.

Ada beberapa pengalaman menarik yang saya alami dalam penerapan konsep-konsep inti dalam modul budaya positif baik di lingkup kelas maupun di lingkup sekolah.

Pengalaman pertama adalah pada saat saya membuat keyakinan kelas. Ternyata ketika saya melibatkan murid-murid saya dalam menyusun keyakinan kelas mereka merasa lebih dihargai dan menurut mereka itu lebih adil karena ada dua belah pihak yang ada di dalamnya bukan hanya dari pihak guru/sekolah saja seperti peraturan sekolah.

Pengalaman yang berikutnya adalah ketika saya mencoba menyelesaikan permasalahan anak dengan segitiga restitusi membuat saya terkejut ketika anak tersebut akhirnya bercerita dengan sendirinya mengapa dia sering melakukan hal yang tidak baik.

Pengalaman berikutnya adalah ketika saya mencoba menerapkan posisi kontrol sebagai manajer, anak laki-laki yang biasa bandel merasa kaget dengan kelembutan sikap saya dan lebih menurut tanpa membantah sedikitpun.

Pada awal mau menerapkan saya merasa ragu karena itu sepertinya sebuah misi yang tidak mungkin. Pada awal penerapan konsep-konsep tersebut saya merasa aneh, begitu juga dengan murid-murid saya. Setelah saya melakukan dan membiasakannya saya merasa senang. Saya semakin bersemangat melihat banyak perubahan positif yang bisa saya lihat dari murid-murid saya.

Hal yang sudah baik adalah saya sudah berani mencoba meskipun ragu dan ada yang meragukan dengan apa yang saya lakukan. Itu adalah modal awal untuk saya. Hal baik berikutnya adalah sudah adanya perubahan perilaku murid saya meskipun sedikit demi sedikit.

Masih banyak yang perlu diperbaiki. Butuh kesabaran dan ketelatenan yang luar biasa untuk mengubah sebuah paradigma lama yang sudah mendarah daging sebelumnya. Ini merupakan tantangan untuk diri saya sendiri untuk lebih berpihak kepada murid dan menciptakan lingkungan yang positif bagi murid saya.

Saya juga akan mencoba lebih mensosialisasikan kepada teman-teman di sekolah tentang konsep-konsep inti budaya positif  agar mereka dapat lebih terbuka hatinya. Sosialisasi ini akan saya lakukan dengan cara melakukan webinar, diskusi, refleksi bersama dan pendekatan personal dengan Bapak Kepala sekolah dan rekan teman sejawat saya.

Menciptakan budaya positif di lingkungan kelas maupun sekolah adalah tugas bersama dari semua warga sekolah. Ini tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua orang guru saja. Ini hanya bisa dilakukan jika semua warga sekolah dan orang tua bekerja bersama dan berkolaborasi untuk menciptakan disiplin positif sehingga akan tercipta budaya positif 

H. RENCANA PERBAIKAN AKSI NYATA

          Ada beberapa rencana perbaikan yang dapat saya lakukan. Saya berharap  dapat melaksanakan  segitiga restitusi lebih intensif lagi dan teman sejawat juga mencoba mempraktikannya. Selain itu webinar   tentang budaya positif dapat diikuti oleh semua tenaga pendidik dan tenaga kependidikan bukan hanya sebagian. Ini karena budaya positif tidak dapat dilakukan hanya oleh guru saja tetapi juga tenaga kependidikan agar tercipta juga lingkungan kerja dalam suasana yang positif sehingga tenaga kependidikan dapat melayani murid dengan lebih baik lagi. Keyakinan kelas dapat disosialisasikan dengan lebih baik lagi ke semua kelas agar budaya positif semakin tumbuh dan tercipta dalam lingkungan sekolah. Sosialisasi tentang "Budaya Positif" berupa webinar juga dilakukan terhadap murid dan orang tua. Saya juga ingin membagi praktik baik budaya positif yang saya lakukan kepada teman sejawat dengan lebih baik lagi.

 

Link Video Aksi Nyata Praktik Segitiga Restitusi

Link Aksi Nyata Webinar Budaya Positif

         Link Unggahan Aksi Nyata PMM

 

1 komentar untuk "PENEGAKAN DISIPLIN TANPA DESTRUKTIF DENGAN BUDAYA POSITIF (AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF)"

  1. kereen bu Wahyu.. menginspirasi untuk guru melakukan pembelajaran terbaik

    BalasHapus